Tuesday, May 7, 2013

REVIEW FILM THE KING OF SPEECH


REVIEW
THE KING OF SPEECH
OLEH :
AHMAD JAMALUDDIN ISLAMI
D11C110041

Diangkat dari kisah nyata Raja George VI. Setelah kematian Ayahandanya, Raja George V dan skandal Raja Edward VIII, Bertie yang mengalami kesulitan berkomunikasi, tiba-tiba dinobatkan sebagai Raja George VI dari Inggris . Dengan negara di ambang perang dan sangat membutuhkan sosok pemimpin, istrinya, Elizabeth calon Ratu, meminta agar suaminya mengikuti terapi bicara bersama Lionel Logue yang eksentrik. Diawali dengan perseteruan, keduanya mulai menjalani program terapi dan akhirnya membentuk ikatan yang tak terpisahkan. Dengan dukungan dari Logue, keluarga, pemerintah dan Winston Churchill, sang Raja mengatasi kesulitannya, membuat jaringan radio yang menginspirasi rakyatnya dan menyatukan mereka.


1.        Strategi

Salah satu persyaratan ketika berkomunikasi dengan orang adalah strategi kesopanan. Dengan kata lain, dalam setiap komunikasi ada kemungkinan munculnya ancaman kepada pembicara maupun pendengar. Di dalam penggunaan hedges, orang cenderung menggunakan beberapa strategi berkomunikasi yang menunjukkan tingkat kesopanan. Penelitian ini fokus untuk menemukan penerapaan kesantunan negatif (negative politeness) yang terlihat pada pemeran­pemeran utama film The King’s Speech. Penelitian ini memfokuskan pada empat pemeran utama yaitu Bertie, Lionel, Elizabeth, dan Cosmo Lang.

2.        Teknik

Retorika dipercaya sebagai salah satu propaganda yang efektif dengan mempersuasi khalayak ramai, retorika bisa kita sebut dengan berpidato. berpidato yang baik perlu memperhatikan beberapa hal yaitu,
a.      Kosa kata dan Kalimat
Meskipun tujuan dan pesan yang disampaikan memiliki makna yang sama, pemilihan kosa kata dan kalimat mempengaruhi penerimaan makna yang ditangkap audiens. Kosa kata atau kalimat yang kurang tepat dapat menimbulkan persepsi yang berbeda diantara audiens.
b.      Penekanan kata dan Jeda
Di film The King Speech, Lionel Logue, asisten pribadi yang membantu mengatasi penyakit gagap sang Raja George ke IV, dengan menggunakan cara yang efektif untuk menolong sang Raja dalam membacakan pidato. Di naskah, ia mencantumkan garis miring ‘/’ dan ‘//’ dalam kata-kata tersebut sebagai tanda jeda baca dan penekanan kata. Tanda ini juga umum digunakan para pembaca berita dalam teleprompter.
c.       Gestur dan Bahasa Tubuh
Ketika seseorang berpidato, ia merupakan magnet perhatian diantara ratusan, ribuan, bahkan jutaan audiens. Hal yang pertama kali dilihat para audiens-nya bukanlah makna pidato tersebut, tapi apa yang tampak secara visual, (kecuali jika berpidato melalui siaran radio). Maka, penampilan dan bahasa tubuh yang baik mempengaruhi cara penyampaian pidato. Saat Obama berpidato, ia jarang memperhatikan isi teks pidato. Tangannya tak terpaku pada kertas, atau meja mimbar. Namun, ia sesekali menggunakan tangannya sebagai penegasan terhadap pesan yang ia sampaikan. Postur tangan pun memiliki banyak perbedaan makna. Misalnya, posisi tangan yang menunjuk-nunjuk, berbeda makna dengan posisi tangan yang terbuka, atau tertutup.



3.        Metode
Disini Lionel memakai metode yang agak kontroversial. Lionel lebih menekankan pada pengaturan emosi. Bertie memang orang yang cukup temperamen. Jadi Lionel melatih bertie selain hal-hal teknis dalam berbicara juga pengaturan emosi.  Gagapnya Bertie juga sebenarnya dipengaruhi kondisi psikisnya, ia merasa tertekan dalam keluarga dan pernah mengalami hal kurang menyenangkan di masa kecilnya. Lionel dengan sabar menepiskan pengaruh ini.